Menjemput Kenangan

    


    Kembali ku singgahi kota yang dulu sempat aku benci, kota artistic dan seistimewa katanya. Kota yang mampu menyimpan nostalgia dari setiap pengunjung yang rela menghabiskan waktu disana hanya untuk membuktikan dan membawa pulang kata ‘istimewa’ yang dibicarakan manusia di seluruh penjuru bumantara. Atau sekadar menikmati riuhnya jalan Malioboro di minggu malam bersama manusia favorit mereka. Peluk dan genggam tangan yang hangat disertai kupu-kupu yang mulai beterbangan di perut mampu mengalahkan riuhnya kebisingan periode itu. Nada-nada mengggelagar seantero jalan membisikkan mantra-matra ajaib yang membuat siapapun yang berada di sana merasakan keistimewaan yang mulai mengalir di diri mereka. Dari banyaknya hal authentic yang dibicarakan kimpoidra mengapa aku memutuskan membenci kota ini? tentu saja jawabannya tidak sahaja karena dari banyaknya hal istimewa yang berhasil dibawa pulang tiap insan aku juga punya ‘istimewa’ milikku sendiri, namun waktu membuatnya memilih untuk patuh. Namun apa yang sebenarnya aku korek di kota ini? Ikutlah denganku menyusuri kota ini agar aku sedikit punya nyali untuk melewatinya karna jujur aku tak yakin dengan endingnya. 
 
    Tak banyak yang berubah dari tempat ini, kulewati jalan itu kembali sambil mengumpulkan sisa-sisa kenang yang masih berserakan, terlihat usang tapi penuh harap dan air mata. Entah dominasi dari mana, aku terperangkap ke moment ‘itu’ lagi, mungkin portal yang kelewati barusan sedikit bermasalah. Moment yang membuatku harus berkunjung lagi di kota ini karena jiwa-jiwa bahagianya masih tertinggal dan penyangkalan yang luar biasa untuk pulih. Padahal waktu telah membinasakan seluruh keniscayaan yang dia punya namun entah kalbunya tercipta dari apa. Dia adalah jiwa bahagia yang aku cari dan ingin ku rengkuh untuk pulang, pulang ke masa depan. Tak kan kubiarkan dia tinggal lebih lama lagi di fatamorgana dan angan-angan yang dia ciptakan. Lama kucari dia diseluruh penjuru kota, berpapasan dengan banyak insan, berpapasan dengan masa lalu. Karna sejujurnya aku merasa lemah untuk melewati jalan ini lagi banyak kenang indah yang justru memporakporandakan diriku. Banyak harsa yang membuatku semakin banyak meneteskan bulir putih. Banyak hangat yang dulu kudapat adalah kutup utara yang aku rasakan sekarang. Karna nyatanya kenangan yang indah dulu adalah kenangan paling menyakitkan untuk masa kini. Bukan karena telah berubah persepsi tapi karena waktu memaksa hal ‘istimewaku’ untuk gata.
 
    Di ekor mataku, kutemukan dia disana. Duduk seorang diri di bangku usang, dititik 0 km Yogyakarta. Penuh tanda tanya dengan penampilan yang sedikit berantakan akibat perang dingin yang dilaluinya. Mata sembab dengan wajah tertekuk penuh sendu. Kulihat cahayanya di dalam dirinya semakin temaram, air matanya berhasil lolos. Dia kembali memasang earphone dan menyumpal telinganya dengan music yang telah ia putar berjuta kali. Aku tau hal itu.  Aku berada di radius terdekat, dia mengetahui keberadaanku, tiba-tiba dia berlari mendekapku erat. Dia tak terlihat bahagia tangisnya semakin terisak. “ayo pulang” kataku padanya. Dia terdiam sejenak dan kembali menangis.
 
Yogyakarta, akhirnya ku temukan dia (lagi)....
 
dia melepaskan pelukannya 

Aku : “ayo pulang” ucapku penuh kehati-hatian ditengah keramaian kota Yogyakarta

Dia : terdiam sambil mengusap air mata

Aku : “mau berapa lama lagi kau menunggu dia? Dia tidak akan datang, percaya padaku”. sambil berusaha meyakinkan dia

Dia : “bohong” dengan nada marah. dia mendorongku

Aku : “dia telah bahagia bersama orang lain”

Dia : “bohong, bagaimana kau tau. Kau penipu!” sambil mendorong pundak ku dan kembali menangis

Aku : “nyatanya selama puluhan tahun kau menunggu apakah dia datang menjemputmu? Atau paling tidak memberikan kabar bahwa dia akan datang menjemputmu? Tidak ada bukan? Hal itu sudah cukup menjadi bukti bahwa bukan kamu yang dia inginkan. Jika dia memang menginginkamu dia tidak akan membuatmu menunggu apalagi dengan waktu yang sangat lama” ucapku dengan air mata yang siap tumpah

Dia : menangis dengan jejal

Aku : “jangan berkabung terlalu lama berapa banyak air mata yang kau keluarkan untuk seseorang yang bahkan tidak pernah peduli kau menangis? Bahkan menangis untuknya? Bukannya lautan yang kau buat pernah menjadi saksinya? kau terlalu fokus menyembuhkan luka orang lain sampai lalai retislaya mu sendiri” 

Dia : “t-tapi dia pernah berjanji akan kembali” ucapnya sambil terbata-bata mencoba meyakinkanku

Aku : “janji adalah kata-kata. Dan bodohnya kita terlalu percaya dengan kata-kata, ayo pulang. Malulah setidaknya untuk harga dirimu sendiri. Liat seberapa banyak mata yang melihatmu dengan tatapan iba?” kataku sambil mengedarkan pandangan ke segala arah

Dia : “aku tidak mauu bahkan sejak lama aku buang harga diri, biarkan aku mencoba sekali lagi untuk mengharap” ucapnya sambil memohon. orang-orang sekitar mulai melihat perdebatan kita

Aku : “iya, itulah kebodohan terbesarmu. ayo pulang, aku balik ke masalalu untuk menjemputmu jadi bukan cuma kamu yang tersayat, aku juga tersayat karena setiap bahagia yang ingin menghampiriku kau sporadis datang dengan tangisan payahmu dan pangeran sialanmu. Jangan usik aku lagi aku muak dengan sendu yang sama berulang kali, setidaknya setelah badai datang aku juga ingin mencicipi bahagia ala kadarnya, aku janji akan merayakan setiap hal yang kamu lakukan dan ciptakan bianglala kita sendiri”

Dia : “kenapa begitu?” tanyanya dengan kebingungan

aku menghela napas panjang....

Aku : “karena aku adalah dirimu. Kau adalah bagian dari jiwaku, jiwa bahagia yang tertinggal di kota ini dengan semua kenang yang pernah kulalui, kau memilih untuk menyimpan semuanya. Semua tentang dia masih terasa megah dipikiranmu. Kau rawat mahligai dengan air matamu. Kau buat dunia sendiri, dunia dimana hanya ada kau dan dia di dalamnya. Aku tau kau bukan tidak bisa meninggalkan kota ini, tapi karena kota inilah hal pertama yang pernah dia berikan padamu, hingga kau tidak pernah mau untuk meninggalkan atau mencari bahagia yang lain, bahkan kau rela menukar buih-buih harsa dengan kesempatan yang sejujurnya aku tau tidak akan pernah datang untuk kedua kali."

Dia : “kau... kau tau semua tentang aku....?” ucapnya memastikan

Aku : “aku pernah berada diposisimu karena kau adalah aku, bedanya kau masih bodoh menunggu harap tak pasti, sedang aku? Aku telah menemukan bahagiaku, sesuatu yang jauh lebih berharga daripada sosok dia yaitu kamu. Ayo pulang, pulang pada realita, pulang ke masa depan”

Dia : “jika dia kembali dan mencariku?”

bahkan setelah semua kesakitan yang telah dia terima, dia tetap ingin mencoba? aku tidak habis berpikir entah hatinya terbuat dari apa atau tuhan memang sengaja menjatuhkan perasaanya sedalam-dalamnya. sungguh manusia adalah budak bagi orang yang dicintainya. dan tuannya? memang ada tuan yang peduli terhadap budaknya selain memanfaatkannya?

ku pegang tangannya dan ku katakan

Aku : “tidak peduli sehangat apa genggaman tangan yang pernah dia berikan padamu karena nyatanya bukan cuma tanganmu yang dia genggam. Dan bagian brengseknya ketidakadilan dunia memang berpihak padamu. Dia telah berpuan sedang kau disini?”

Dia : “gila?” katanya sambil mengejek dirinya sendiri

ku balas senyumnya dengan sama mengejeknya

Aku : “kau memang perempuan gila. Jadi, ayo pulang. Lepaskan dia biarkan dia melanjutkan hidupnya, Dan kau juga berhak melanjutkan hidupmu. Ingat dia tetap akan menjadi milikmu, yaitu dia yang dulu bersamaku. Kau boleh menyimpannya sebagai oleh-oleh paling istimewa dari Yogyakarta, simpanlah di dalam kotak ini, dan sesekali kau boleh membukanya jika kau merindukan dia. Tapi jangan biarkan dia terlalu lama terbuka.”

Dia : “karena?”

sambil membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan ku katakan

Aku : “daripada memandangi sekotak kenang yang tidak dapat diputar lagi lebih baik kau beranjak keluar dan ciptakan kenangan yang lebih bahagia. Semua kenang itu hanya efemeral dan akan pudar ditelan waktu.”

Dia : “kau akan merayakanku? Tapi aku tak sempurna.ucapnya tak yakin dengan pandangan menunduk

aku mengacungkan jari kelingkingku

Aku : “aku janji, walaupun kau tak sempurna, akan kupasangkan kembali mahkota mu dan kurayakan setiap hal yang kau lakukan.”
 
 

---
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Who is Diandra Senja?

She Is The Moment