Gadis Berongga

 

Gadis Berongga

 


    Terpandang jalur lintasan kereta api tanpa ujung membawa gadis lusuh itu menuju senja. Senja kali ini agak lain, mega yang dilukiskan hari ini sempurna dengan hitam legam. Seolah ingin buru-buru mengakhiri pentasan hari ini. hutan yang mengapit lintasan tersebut kaya akan kabut tebal yang luar biasa aneh jika berada di sore hari. Udara sore ini sangat khas, nyayian burung gagak yang tiada henti-hentinya memamerkan merdunya. Saut menyaut antara diujung hingga yang berada di entah. Mengerubungi gadis yang memiliki aroma sangat khas yaitu sebagaimana aroma tanah kuburan.

    Setelan hitam membalut kulitnya yang putih sudah lusuh untuk tetap di kenakan, namun sang gadis tak sempat berpikir untuk mencucinya. Rambut abu-abu ia biarkan tergerai kini sudah semakin tidak layak untuk dipandang. Namun si pemilik juga tidak sempat peduli dengan penampilannya. Ia tak pernah merasa risih dengan penampilannya saat kini. Walaupun sejak lahir dia sudah dianugerahi dengan paras rupawan bak gadis bangsawan.

    Entah dimana seluruhnya akan berakhir, gadis itu hanya berjejak. Menapaki satu per satu jalur kereta dengan penopang badannya yang kecil sesaat mulai terlihat lusuh. Namun Ajaib nya sejauh dari fajar hingga malam akan menjemputnya dia tidak sadar lelah atau mungkin belum. Seakan dia bukan layaknya manusia yang menyandang rasa lelah. Dia berjalan tanpa orientasi bahkan dia tidak tahu di mana dia sekarang atau barang sedetikpun dia memikirkan jalan pulang pun tidak pernah terlintas di kepalanya. Satu-satunya pedoman yang membawanya adalah kiblat menuju datangnya kerata.

    Barang kali dia bukan satu-satu nya manusia yang kehilangan arah, entah arah untuk tetap bergerak maju kedepan atau putar arah menuju rumah. Rumah, tempat yang teramat ganjil baginya. Di mana dia seharusnya mendapatkan rasa nyaman sekaligus aman untuk mengistiratkan otak dan otot kini tak lagi mengobati rasa payahnya. Yang ada hanya cacian dan olokan terhadap dirinya. Padahal dia paham dia tidak pernah tebal hati pada mereka dan tidak pernah berbuat apa-apa kepada mereka. Sebut saja dia gadis berongga karena sebanyak apapun cibiran yang diarahkan padanya semua tetap terasa hampa. Mungkin dengan merasa tawar juga ada baiknya sehingga dia tidak perlu terlalu pusing untuk memikirkan dan tersulut dengan cibiran mereka. Ia lupa kapan terakhir kali ia marasa melankolis atas entitas.

    Tidak pernah ada satupun yang pernah dia rasakan entah itu ceria, duka, kecewa, atau naik darah. Sesekali dia ingin merasakan salah satunya walau itu hanya dapat bagian sendu. Dia ingin. Namun keinginan hanya tinggal keinginan baginya. Sekuat dan seberusaha apapun dia mencoba hasilnya tetap nihil dan semua tidak ada yang menghargai usaha yang dia perbuat. Hingga detik ini ia memutuskan untuk tetap melangkahkan kakinya menuju entah. Ia menyebutnya perjalanan berburu derita.

    Keramaian yang dulunya menjadi segmen dari hidupnya lenyap menyisakan keping hening. Berjiwa mati, keramaian yang sering kali di lalui kini hanya sebatas sepoi lalu. Ia tetep merasakan kosong, ia tetap merasakan rongga di dadanya. Jika Pelangi berani menyuguhkan warna warni pada dirinya maka dapat dipastikan ia akan membalasnya dengan warna abu-abu, terhubung yang tersisa dalam dirinya hanya kelabu. Padahal lampau warna itu adalah warna yang paling ia benci, dalihya karena abu-abu tidak menggambarkan keadaan apapun, hanya warna yang tidak jelas antara legamnya hitam dan sucinya putih. Perpaduan keduanya merealisasikan ketidakjelasan dan kehampaan. Benar dia membencinya karena warna tersebut menggambarkan tentang dirinya. Terkadang dia juga membenci warna rambutnya yang berwarna abu-abu. Dia selalu mengajukan pertanyaan sama kepada entah, mengapa dia dibuang ke dunia dengan warna rambut abu-abu.

    Ketika angin semilir mengibaskan rambutnya yang terurai, menyeka keringat yang memandikan raganya. Tak lena menyelipkan setitik kenangan dimana semua ini bermula. Awal yang ia terka akan menyelamatkan hidupnya. Awal yang membuatnya menderita seperti ini. Ingatannya memutarkan peristiwa yang selaras untuk kembali ia kenang hari ini. ia masih hirau dengan kejadian itu, masih ingat dan amat jelas. Terasa sangat segar dan serupa baru kemarin.

    Hari itu adalah dunia gelap yang tidak akan ia amnesiakan seumur hidup. Malam ia harus memutuskan kemana kiblat hidupnya akan berlanjut, membatu di tempat atau mencoba tawaran baru. Entah siapa yang bermula membuat negosiasi tersebut, intinya ia harus segera memutuskan untuk memilih antara mempertahankan rasa filantropi atau mencoba hampa. Sebagai orang yang masih memiliki waras maka sudah dipastikan akan memilih mempertahankan renjana. Namun lain dengan gadis tersebut ia sudah luar biasa payah untuk fase mempertahankan dan menunggu. Pernah ia gantungkan harapnya setinggi cakrawala dan kini terbuang berserakan. Tertinggal keping-keping yang bersedia untuk dibinasakan kembali.

    Terkadang ia pikun apa yang sebenarnya ia tunggu selama ini. 1 windu gadis itu menuntut kedatangan seseorang yang pernah mengecap ikrar untuk saling bersama. Seperti yang pernah terlontar dari mulut insan busuk bahwa suatu saat nanti mereka akan tetap bersama dan mengakar kembali. Namun sampai gadis itu muak dengan menunggu, seseorang itu tidak pernah kembali. Dan bagian paling menyakitkan sang gadis tidak pernah bisa melepaskan filantropinya. Sekeras apapun ia mencoba untuk melupakan hasilnya ia tidak pernah membenci seseorang tersebut. Dia menyadari bahwa begitu naifnya hingga tidak dapat melepas apa yang seharusnya tidak pernah menjadi miliknya. Karena sadar dia tidak memiliki kendali atas perasaanya sendiri. Jika dia memiliki mungkin jawabannya juga masih diragukan. Memang gadis berkepala batu.

    Namun ikrar hanyalah sekedar gombalan belaka. Ia sudah muak dengan renjana yang hanya menyuguhkan rasa sakit dan air mata. Dan semuak apapun dia dengan renjana yang dia bawa, dia tidak pernah bisa melepasnya. Seolah kunci dari pertanyaan pertanyaan yang dia lontarkan kepada entah hanya mampu dijawab oleh seseorang itu. Dan brengseknya sampai kini orang itu tidak pernah kembali. Mungkin dia lenyap atau ditelan mayapada. Dimana dia sekarang? Bersama siapa dia sekarang? Dan apakah dia masih ingat soal ikrarnya? Adalah teka-teki yang tak pernah berjumpa dengan jawabnya.

    Kala itu gadis berongga mencari puspa hatinya. Dari kejauhan dia melihat sosok yang menyerupai. Awalnya dia agak ragu akan hal itu, lantaran posisi dimana dia mengijakkan kakinya adalah di dalam jenggala belantara sunyi, berdaun rimbun dan pohon-pohon berukuran raksasa menjulang teramat tinggi. Namun hal tersebut tidak menghalangi bagi cahaya matahari untuk memberikan sekelumit kehidupan disana. Keraguan tersebut perlahan memudar ketika seseorang yang dia lihat menilik belakang, dan memang benar orang tersebut adalah tambatan hatinya. Tanpa pertimbangan panjang gadis berongga berlari dengan luar biasa kencang untuk tiba disana. Hatinya berdebar tidak karuan dan denyut nadinya mengalir dengan luar biasa deras hingga tak sadar terdapat bulir air matanya berhasil lolos. Dia tidak menghiraukan perihal tersebut, dia menyekanya dengan amat kasar. Dadanya memburu memburu dan ia terus mempercepat langkah kakinya.

    Namun sepertinya dewi fortuna tidak berpihak padanya. Ketika gadis berongga mulai mendekat, sang kekasih malah berlari meninggalkan dia. Dia berteriak memanggil namanya, namun laki-laki itu tidak menghiraukan gadis tersebut. Seolah gadis berongga adalah satu-satunya manusia yang patut untuk dihindari keberadaanya. Gadis tersebut melucutkan larinya. Dia terjatuh dan meloloskan air matanya dengan amat deras. Sekali lagi dia meneriakkan nama kekasih hatinya. Nalarnya kacau dan tubuhnya luar biasa lelah untuk mengejar laki-laki itu. Yang dipikirannya detik ini bukan betapa bahagianya dia ketika berjumpa dengan laki-laki tersebut. Melepaskan rindu yang beratnya berton-ton. Semua bayangan tersebut hancur ketika kekasih hatinya pergi meninggalkannya. Yang ada dipikirannya sekarang adalah bagaimana mungkin laki-laki tersebut berlari meninggalkan dia ketika dia tahu sedang berlari poros. Andai dia dapat jawaban atas debatnya, namun kunci jawabannya adalah tetap orang yang sama. Laki-laki brengsek yang menjauhinya.

    Dia masih duduk dan bertaktik untuk menyeka seluruh air matanya. Sumpah serampah dia lontarkan untuk laki-laki brengsek tersebut. Dia marah sekaligus menderita. Tiba-tiba sakit menyerang kepalanya. Dia menjambak rambutnya berharap rasa sakitnya segera memudar. Namun buahnya runyam, dia kesakitan, sendirian, dan di tengah rimba. Gadis tersebut tidak tahan dan konklusiya dia pingsan.

    Keringat membanjiri sekujur tubuhnya, dia ketakutan, posisinya dia sedang dikejar oleh seseorang yang tidak dikenal. Dia membawa belati tajam dan dapat dipastikan bagaimana dia akan berfinal dengan belati tersebut. Tidak bisa membayangkan dibagian mana belati itu akan mendarat ditubuhnya. Ditengah pelarian itu tanpa sengaja kakinya tersandung dan alhasil terjerembab. Seseorang yang mengejarnya berjejak dekat dan lebih dekat, seseorang itu sedia dengan belatinya dan kemudian dia terbangun. Dia terengah, dia mencoba menetralkan napasnya yang memburu. Untungnya semua itu hanya bunga tidur. Samar-samar dia membuka matanya. Cahaya matahari yang mampu masuk ke hutan menyilaukan penglihatannya. Dan alin-lain sudah dini hari, kepalanya sudah tidak sakit lagi. Namun bagaimana itu bisa lenyap?. Baiklah itu tidak penting untuk sekarang. Dia mulai menetralkan kesadaran. Dia terbangun dari mimpinya yang mengerikan. Kemudian dia mencoba untuk mengingat ingat kejadian yang menimpanya. Semua tergambar kacau dan rancu.

       Sekelilingnya gelap. Gelap sekali hanya terdengar cuitan binatang malam dan burung hantu yang tak henti hentinya pamer. Kemudian dihadapannya ada sesosok makhluk yang membelakinya dirinya. Gadis itu masih terduduk disana dan tidak ada niatan untuk berlari meninggalkan kawasan itu, walau terlihat cukup menyeramkan. Terlihat dari balik punggung makhluk tersebut membawaa semacam tongkat yang memiliki tiga ujung. Mungkin itu semacam trisula yang sama milik dewa laut. Namun tidak mungkin dewa laut berada di daratan. Akal gadis itu berhamburan kesana kemari. Memikirkan bermacam peristiwa yang mungkin akan menimpannya. Makhluk tersebut juga memakai tudung kepala, berpakaian selayak jubah berwarna hitam. Tidak mungkinkan dia malaikat pencabut nyawa. Namun ganjilnya makhluk yang lebih menyerupai laki-laki tersebut tidak menampakkan wajahnya. Dan anehnya lagi kakinya tidak terlihat sedang menginjak pijakan yang sama dengan gadis tersebut. namun kali ini dia tidak berdebat aneh aneh, mungkin kaki nya memang disana hanya saja tertutup oleh jubah yang menjuntai hingga tanah sehingga tidak terlihat olehnya.

    Kemudian orang aneh tersebut mengeluarkan sepatah kata untuk pertama kalinya. Dan kata yang terucap adalah nama gadis tersebut. gadis tersebut dibuat heran bagaimana orang itu bisa mengetahui identitasnya. Dia hanya membatu. Kemudian sosok tersebut mengeluarkan kata lagi dan kali ini agak panjang. Gadis itu melongo bagaimana mungkin sosok tersebut juga mengetahui tentang masa lalunya. Seingatnya dia tidak pernah bercerita dengan siapapun. Jangankan untuk bercerita sekedar berbicara untuk basa-basi pun dia tak pernah melakukannya. Baginya basa-basi adalah hal yang harus dilenyapkan di dunia ini namun dia tidak memiliki kuasa untuk melakukannya. dia tidak menyukainya bukan karena alasan dia tidak bisa melakukannya namun dia terlalu malas untuk membahas entitas yang tidak ada nilai harganya terlebih akan menguras banyak energi dan tidak membuahkan hasil apapun.

    Kembali lagi dengan objek yang kini masih di hadapannya. Berdiri sambil membelakanginya. Gadis itu masih membatu dia terlalu takut untuk mengangkat bicara. Dia ingin sekali bertanya bagaimana sosok itu bisa mengenalinya sejauh itu dan siapakah dia atau bagaimana sosok tersebut bisa menemukan dia di hutan.  Apa hubungannya dengan dia atau bagaimana bisa dia mengetahui begitu banyak soal dirinya, apakah selama ini dia sedang dimata-matai oleh sosok tersebut. Namun kata-kata itu hanya tertahan di tenggorokan dan lidahnya amat kelu. Setelah bercerita Panjang lebar sosok tersebut memberikan penawaran kepada gadis berongga. Seakan sosok tersebut mengerti akan apa yang tengah di rasakan oleh gadis tersebut.

    Gadis tersebut melototkan neetranya tajam. Dia tengah berpikir keras mengenai tawaran sosok tersebut. tawarannya adalah memilih antara renjana dan hampa. Sungguh gadis tersebut bimbang harus memilih apa. Pikirannya kembali memutar memori tentang renjana kepada kekasih hatinya. Seakan sosok tersebut mengerti apa yang dipikirkan oleh sang gadis, sosok tersebut kembali mengangkat bicara. Dia memberi jendela kepada sang gadis dimana mengingatkan sang gadis betapa malangnya dia ketika menggenggam renjana tersebut. bagimana lara dan nestapa yang bercampur jadi satu. Betapa bimbangnya dia mencari kekasihnya yang berlokasi di entah. Penantian berharganya yang sekarang busuk dilahap masa. Dia tahu bahwa semua itu menyakitkan. Namun ada satu hal yang membuatknya bertahan yaitu ikrar perjumpaan. Dan sekarang itu semua menjadi hal yang paling rusuh berkeliaran di sel otaknya. Menggerogoti setiap inci yang ada di kepalanya. Buahnya sia-sia. Gadis tersebut meneteskan air mata dan dia membiarkan semua itu. Akan dia habiskan semua rasa sakit sedih kecewanya malam ini. karena dia akan memutuskan hampa.

    Kemudian sosok tersebut bergumam bahwa itu adalah pilihan yang teramat sangat bagus. Gadis itu berpikir dia akan mencoba untuk memillih pilihan yang kedua. Pilihan yang tak pernah dia rasakan. Karena pilihan pertama sudah memberikan pengalaman yang cukup membekas dan menyakitkan baginya. Dan renjana baginya hanya memberikan rasa pedih dan perih. Sudah cukup seluruh kegilaan yang berlangsung bertahun tahun. Semua harus berakhir. Dan mungkin inilah tamatnya. Kini dia hanya ingin melepas semua renjana yang ada mengakar dalam dirinya.

    Sosok tersebut berikrar akan mengangkat semua rasa pedih yang dia rasakan sekarang. Dan tanpa pikir panjang dia menyetujui negosiasi tersebut. Sosok tersebut membalikan badan menghadap sang gadis yang masih terduduk di sana. Sang gadis tetap tidak bisa melihat wajah dari sosok tersebut. sosok tersebut berkata bahwa apa yang gadis itu mau akan segera terwujud. Tiba-tiba datang sebuah cahaya yang terlalu terang. Menyilaukan netra gadis tersebut hingga dia mengangkat lengan untuk menutupi matanya yang tidak kuat dengan silau tersebut. kemudian dengan segera dia terserang rasa kantuk yang luar biasa hebat. Dia masih mencoba menahannya. Hingga di akhir dia menutup matanya dia mendengar sosok tersebut bergumam bahwa suatu saat nanti dia akan tahu siapa sosok tersebut dan bagaimana mereka bisa terjalin. Gadis tersebut ingin sekali mengetahui akan perhal itu namun rasa kantuknya lebih menguasai seluruh tubuhnya.

    Dia mendengar nyanyian kereta api yang mengarah padanya. Cukup jauh dia rasa. Dia masih ingat semua peristiwa itu. Namun keputusan untuk memillih hampa adalah hal yang sama menyakitkannya dengan renjana. Sejak gadis itu memilih untuk hampa, dia tidak bisa merasakan apapun dalam dirinya. Dia seperti robot yang menunggu sampai baterai habis. Maka sebulum baterai tersebut habis dia ingin mengakhirinya terlebih dahulu. Telalu lama pikirnya jika harus menunggu sampai ajal menjemputnya maka dia memutuskan untuk dia yang menjemput ajalnya. Kehampaan itu membuatnya menggila.

    Dunia terasa tidak menarik lagi baginya. Semua rasa itu sudah direnggut oleh sosok yang sampai kini tidak dikatahuinya. Pernah dia mencelupakan tangannya ke dalam minyak goreng yang panas, dia bemaksud untuk sedikit menggoreng tangan kirinya yang mulus, hingga tangannya melepuh. Namun dia tetap tidak berhasil dia tidak bisa merasakan rasa sakit itu. Setelah kejadian itu dia mulai melakukan berbagai cara untuk merasai rasa sakit.

    Dia juga pernah membunuh kucing untuk bahan percobaanya. Bukan hanya sekali dua kali. Apakah semenyenangkan apa yang dikatakan oleh psikopat. Sampai kucing itu tewas tak bernyawa dia tidak merasakan kesenangan sedikitpun padahal dia sudah melakukannya dengan sangat perlahan dengan berbekal senjata yang sama yaitu garpu tumpul. Dia juga melakukaknya selayaknya yang dilakukan oleh psikopat. Dia akan membiarkan objek percobaanya tetap bernyawa dan dia akan mengulitinya hingga si objek mati kehabisan darah. Dia juga bertaktik menikmati rasa sakit yang keluar dari objek percobaannya atau sedikit bermain dengan darah yang sudah membanjiri lengannya. Mungkin dia memang tidak memiliki jiwa psikopat. Tapi jika dia disuruh untuk melakukannya lagi akan dia lakukan dengan kegirangan.

    Sore itu dikabarkan ada sebuah kepala yang tergeletak dipinggiran jalur kereta api mulai dikerumuni binatang kecil. Wajahnya hancur hingga tiada seorang pun yang mengenalinya. potongan kepala itu terlihat seperti kepala perempuan karena memiliki rambut panjang berwarna abu-abu.  Anehnya tidak ada sisa potongan lain disana.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjemput Kenangan

Who is Diandra Senja?

She Is The Moment