Postingan

Menjemput Kenangan

Gambar
          Kembali ku singgahi kota yang dulu sempat aku benci, kota artistic dan seistimewa katanya. Kota yang mampu menyimpan nostalgia dari setiap pengunjung yang rela menghabiskan waktu disana hanya untuk membuktikan dan membawa pulang kata ‘istimewa’ yang dibicarakan manusia di seluruh penjuru bumantara. Atau sekadar menikmati riuhnya jalan Malioboro di minggu malam bersama manusia favorit mereka masing-masing. Peluk dan genggam tangan yang hangat disertai kupu-kupu yang mulai beterbangan di perut mereka mampu mengalahkan riuhnya kebisingan periode itu. Nada-nada mengggelagar seantero jalan membisikkan mantra-matra ajaib yang membuat siapapun yang berada di sana merasakan keistimewaan yang mulai mengalir di diri mereka. Dari banyaknya hal authentic yang dibicarakan kimpoidra mengapa aku memutuskan membenci kota ini? tentu saja jawabannya tidak sahaja karena dari banyaknya hal istimewa yang berhasil dibawa pulang tiap insan aku juga punya ‘istimewa’ milikku sendiri, namun waktu memb

She Is The Moment

Gambar
  Mengenalmu bukanlah suatu kealpaan yang dia sesali setiap beranjak menutup netra, namun memilih meluluskan rasa sebanyak itulah yang sporadis membuat sesal itu kembali mencuat ke permukaan.   Dia bukanlah pujangga yang becus mengirim diksi atau semacam prosa untuk membuatmu luruh ke lubang renjana. Dia bukanlah wanita yang mendamba jemarimu untuk digenggam penuh rasa. Dia bukanlah wanita yang menyita banyak detikmu untuk diajak bicara empat netra mendongeng keluh kesahnya.   Tapi inilah dia, seseorang yang begitu atau mungkin terlalu banyak mendermakan rasanya padamu. Begitu banyak menyediakan waktunya untukmu. Begitu banyak celah celah yang mencoba hadir namun tetap dia kosongkan untuk menanti kehadiranmu. Yang menolak segala kedatangan hanya untuk menggapai peluang yang tak pernah kau berikan.   Di hadapanmu dia tak sempat melakukan apapun, hanya membiarkanmu berlalu meninggalkan jejak refleksimu yang terbias diantara bunga tidur.   Lama sekali untuk menyadari hal ini. Dari pert

Membeli Waktu

Gambar
Yang fana adalah manusia. Yang perginya bukan sekedar sembunyi, kemana aku harus mencari sosok yang tak akan pernah kembali. Haruskah kumenanti sebuah kedatangan tanpa janji dan tak pasti. Atau paling tidak diam membiarkan semua berkas terkoreksi. Menandai mana yang paling ingin dinanti atau dibiarkan berlalu pergi. Berkawan lagi dengan rindu yang kian musim kian tak menentu arahnya tertuju. Mungkin jarak tidak selalu menjadi hal negatif. Mungkin tiada jarak tak akan ada lagi rinduan. Tak akan ada lagi insan yang akan merasakan beratnya untuk bertemu. Atau merasakan gelisah bercampur gundah untuk beradu. Haruskah aku pura pura lena agar terlihat baik baik saja. Berkawan dengan masa yang mana tiada dirinya di dalamnya.  Bisakah aku membeli waktu untuk ku bawa pulang dan ku untuk ku rindukan ketika swastamita mulai tenggelam, ketika burung burung kembali ke sarang, ketika gegana mulai tampak menghitam, ketika jumantara terasa lebih mencekam dan hembusan napas tampak nyaring untuk di de

Aku Kamu dan Yogyakarta

Gambar
     Anggaplah aku seorang pujangga yang dengan percaya diri mengukir rasa dengan kata. Kau ingat, dimana hari kita berjumpa. Dan kota Yogyakarta menjadi penonton yang akan memihak kita. Disepanjang jalan itu, ku dekap engkau dengan sangat gelisah. Berharap dengan paksa waktu berhenti di detik ini dan jalanan itu kembali menjadi milik kita. Kita rayakan pertemuan yang fana itu dengan senyum yang sangat berarti. Disanalah jiwa bahagia ku tertinggal. Bersama tatapan netra teduh mu yang sangat damai meruntuhkan semua keraguan. Bolehkan aku tinggal selamanya disana? atau paling tidak untuk beberapa saat?       Trotoar itu mungkin seramai kupu-kupu di perutku, berterbangan mencari sudut untuk sekadar memperpanjang durasi dan mengukir kenang. Dinginnya malam tak pernah mampu mengalahkan hangatnya genggaman tanganmu. Dan keramaian di sudut kota itu tak akan mampu mengusik dunia kita. Mari tenggelam sedalam-dalamnya dalam pertemuan ini, karna dikemudian hari ini hanyalah kenang yang lapuk di t

Sepi Yang Enggan Menepi

Gambar
  Kegelapan   yang membalut tubuhku menyelimutiku penuh sesak, seakan enggan memberiku kesempatan untuk bernapas.  Kesunyian yang menggema di dalam tubuhku mencengkram erat, menyumbat semua celah-celah sumber kabahagiaan meracuniku dari dalam hingga terlalu kabur untuk membedakan mana kebahagiaan mana kesedihan. Keheningan yang membelantarkan diriku, memekakkan gendang telingaku menulikan musik-musik yang memaksa menerobos masuk ke otakku, kini hanya mampu terngiang diluar kepala menusukku dari luar berupaya menyerang apa yang menjadi penghalang, bahkan aku tak tahu apa interpretasinya.  Kehampaan yang menguburku dalam jurang yang dinamakan kebinasaan. Keabadiaan seakan melekat disana. Kau tau ada bau-bau menyengat yang menusuk indra penciumanku.  Aku selalu berhasrat semesta untuk mengirimkan setitik penerang. Membantuku untuk menemukan kiblat pulang. Yang aku lakukan hanyalah menunggu. Menunggu datangnya keajaiban dari bumantara. Kubayangkan ini lebih reslistis dari pada warita donge

Gadis Berongga

Gambar
  Gadis Berongga        Terpandang jalur lintasan kereta api tanpa ujung membawa gadis lusuh itu menuju senja. Senja kali ini agak lain, mega yang dilukiskan hari ini sempurna dengan hitam legam. Seolah ingin buru-buru mengakhiri pentasan hari ini. hutan yang mengapit lintasan tersebut kaya akan kabut tebal yang luar biasa aneh jika berada di sore hari. Udara sore ini sangat khas, nyayian burung gagak yang tiada henti-hentinya memamerkan merdunya. Saut menyaut antara diujung hingga yang berada di entah. Mengerubungi gadis yang memiliki aroma sangat khas yaitu sebagaimana aroma tanah kuburan.      Setelan hitam membalut kulitnya yang putih sudah lusuh untuk tetap di kenakan, namun sang gadis tak sempat berpikir untuk mencucinya. Rambut abu-abu ia biarkan tergerai kini sudah semakin tidak layak untuk dipandang. Namun si pemilik juga tidak sempat peduli dengan penampilannya. Ia tak pernah merasa risih dengan penampilannya saat kini. Walaupun sejak lahir dia sudah dianugerahi dengan

Perihal Malam

Gambar
Penerang Siala  Pekatnya malam Penerang disudut sana kian meredup. Ia justru tak sudi lagi menjadi penuntunku dalam gulitanya langit malam. Ah, sial siapa peduli perkara penerang?!. Aku mampu berjalan sekalipun merangkak dipekatnya malam. Tenang saja akan ku berikan faktanya.      Atmosfer disekitarku sekadar gelap mencekam sesekali semilir arus mengikuti damainya malam. Jalan setapak yang kulewatipun bagai jalanan pemberangkatan ke lembah kegelapan. Tak ada bintang atau rembulan. Yang tersedia kabut belaka, kabut malam yang enggan untuk beranjak pulang.  Semuanya seakan mendukung suasana sunyi malam ini. Bisikan binatang kecil juga ikut serta merta. Merayakan pesta malam dalam kegelapan. Aku mengusap lagi tengkuk belakang ku. Bulu kudukku seakan berdiri. Biarlah toh ini bukan kegelapan abadi Aku hanya butuh bertaktik guna menemukan penerang yang baru. Atau paling tidak sebentuk cahaya yang remang remang ala kadarnya.           Aku berlanjut untuk berjalan terus lagipula ini bukan sa

Who is Diandra Senja?

Gambar
Namaku Diandra. Diandra Senja. Aku lahir dari imajinasi orang naif yang terlalu banyak berharap kepada manusia. Aku bicara dari seseorang yang berasumsi bahwa semua manusia adalah makhluk yang berhati mulia. Namun, disinilah aku berjejak menyadari bahwa mereka hanya sekedar berparas malaikat, menutup potret mereka dengan topeng topeng yang luar biasa tebal dan berlagak paling sempurna. Sampai amnesia daratan bahwa manusia bernapas di bawah langit. Perlu diakui bahwa aku juga tidak lain dengan mereka.  Aku sadar banyak hal di dunia ini yang tidak bisa dituntut untuk selalu ada dan selalu bisa. Karena buana bukan tantang memenangkan rasa bahagia dan meninggalkan rasa duka. Buana bukan tentang menjadi namun bagaimana proses untuk bisa melampaui. Namun aku percaya bahwa semesta akan selalu menyelipkan satu cerita entah bahagia atau duka untuk dirajut menjadi prosa yang sekarang bisa kamu raba dengan indra mata. Bisakah kataku yang teramat sangat sederhana bernegosiasi dengan penalaranmu ya